oleh : Hasan Sadeli
Telah begitu banyak karya-karya ilmiah yang mengetengahkan banten sebagai objek kajian dari berbagai disiplin ilmu. Banten dari era kesultanan, kolonialisme, sampai sekarang, rupanya masih menarik minat para akademisi untuk terus mengkaji dinamika diprovinsi yang berdiri pada tahun 2000 ini. Intensitas tulisan yang mengkaji banten pada masa kontemporer tidak kalah ramainya dengan banten dimasalalu. Ini membuktikan bahwa banten selalu menjadi topik yang hangat untuk dibicarakan, terkait dinamikanya atau lebih spesifik keruwetan problem yang setia membelitnya.
Fakta bahwa Provinsi banten
merupakan daerah yang strategis, selain karena dipengaruhi letak geografis sebagai penyangga
Ibu Kota negara, banten juga memiliki kekuatan ekonomi industri dimana terdapat
perusahaan barang dan jasa masing-masing terkonsentrasi di kabupaten
tanggerang, kabupaten serang, serta kota cilegon. Banten memiliki tiga pintu
sarana transportasi baik darat, laut dan udara sebagai jalur perekonomian penting.
pertama, jalur kereta api di kabupaten lebak sebagai jalur distribusi bahan baku industri seperti batu bara. kedua, pelabuhan merak
dicilegon dan bandara Soekarno Hatta yang terletak di tanggerang sebagai pintu
masuk para investor baik domestik maupun mancanegara. Kemudian apakah fakta
tentang posisi strategis itu bisa dijawab dengan prestasi nyata daerah?
Nyatanya masih belum, seperti apa yang pernah diutarakan dalam Akrobat
Pembangunan karya Dahnil Anzar, bahwa kemajuan banten hanyalah efek diaspora pembangunan
nasional.
Ahistoris
Memori yang menghantarkan
kita tentang banten dengan formulasi kesultanan yang mencapai masa kejayaanya
saat sultan ageng tirtayasa memimpin pada abad ke 17 dan menentang keras
penjajahan belanda. Hiruk pikuk ekonomi telah berlangsung sejak lama dibanten,
terutama kegiatan perdagangan yang dilakukan oleh banten dengan daerah-daerah
lain membuatnya terkenal sebagai daerah yang maju akan perekonomiannya. Sangatlah
wajar apabila ekspektasi dimandatkan terhadap para penggede di banten. Kini
banyak orang yang membincang banten dengan nada miring, skeptis, tidak pelak
ini membuat bising telinga orang-orang banten, namun apa boleh dikata, orang
banten sendiri sadar bahwa itu kenyataan, kasus-kasus yang membelit tidak saja
seputar korupsi sebagai mainstrem topic
paling aktual, namun lebih dari itu ada nilai yang telah mencair, mulai mengental
dalam memori kolektiv masyarakat banten terutama dalam menjaga
peninggalan-peninggalan bersejarah. Tanpa disadari, kekentalan itu akan
menggiring pada kebekuan.
Jikalau banten saat pertama
kali terbentuk didasarkan pada fakta historis, barangkali Lampung juga akan
menjadi bagian dari banten. Namun saat lampung sudah berdiri sebagai provinsi,
pada saat yang bersamaan banten termasuk kedalam provinsi Jawa Barat. Dalam
konsep negara maritim, laut tidak dipandang sebagai pemisah, melainkan sebagai
penghubung. Dalam hal ini rupanya pemerintah pusat lebih melihat aspek
geografis ketimbang aspek historis. Namun demikian bukan itu yang akan kita
jadikan permasalahan, lebih-lebih memposisikannya sebagai kambing hitam. Ada
hal paling substansial yang harus segera dibenahi yakni membangun kembali
memori kolektiv akan kejayaan banten melalui kesadaran akan pentingnya menjaga
serta melestarikan peninggalan-peninggalan bersejarah di banten.
Karena begitu banyak hal-hal
yang dilupakan dalam memori kolektiv
kita tentang peran kesejarahan.
Seandainya, banyak diantara kita masyarakat banten yang mempelajari
peran kesejarahan banten dalam konstelasi etos moral masa kini meski tidak
kmoprehensif, setidaknya dapat menghindarkan banten dari stigma daerah yang
dikelola secara oligarki dan hanya melahirkan korupsi, bahkan lebih dari itu,
banten dekat dengan model state of nature
–nya Thomas Hobbes yakni keadaan alamiah yang tidak memiliki pijakan historis
sebab konsep-konsep tersebut tidak pernah didasarkan pada fakta-fakta sejarah
yang sesungguhnya pernah, sedang atau akan terjadi. Keadaan itupula yang
mendominasi manusia untuk selalu mengutamakan hawa nafsu untuk diri dan
golongannya dengan merampas sesuatu yang sesungguhnya hak rakyat.
Sebuah model dengan istilah
populer Homo Homini Lupus yang
berarti manusia akan menjadi serigala bagi manusia lainnya. Kita tentu tidak
ingin banten dalam keadaan alamiah versi Hobbes tadi, adanya pemerintahan
semestinya membuat banten semakin beradab bukan malah kembali kepada keadaan
alamiah sebelum adanya pemerintahan yang didominasi oleh keserakahan tanpa
pijakaan apapun. Apakah itu hanya sebuah argumentasi atau memang kenyataan,
Gejolak yang membumbui perjalanan provinsi muda ini begitu miris, para
penggedenya terlibat skandal yang tidak lain diakibatkan oleh romantisme
kepentingannya sendiri. Tak pelak banten hanya menghadirkan kepemimpinan yang
jauh dari kiblat masalalunya sebagai banten yang perkasa dan dihormati,
sekarang keperkasaan itu berdiri diatas penderitaan rakyatnya. Karena tidaklah
benar bahwa banten dekat dengan identifikasi keadaan alamiah seperti gambaran
Hobbes, mengingat banten berpijak pada sejarah, karena memang memilikinya,
namun sejauh mana menmahaminya? hanya kita (masyarakat banten) yang benar-benar
mengetahuinya.
Menghadirkan Kembali Sejarah
Dalam Refleksi Tentang
Sejarah Karya F.R Ankersmit dibahas soal mengahdirkan sejarah sebagai suatu
refleksi yang menyegarkan memori kolektiv suatu masyarakat akan sejarahnya.
Adalah R.G. Coolingwood seorang filsuf sejarah abad 20 melalui re-enactment of the past atau
menampilkan kembali sejarah untuk mengetahui masa silam melalui pementasannya
dimasa kini. Menampilkan kembali bukan hanya sebatas lisan namun ialah wujud
asli dari peninggalan-peninggalan sejarah yang tak luput oleh jaman. Ada banyak
hal tentang urgensi berpedoman pada sejarah, disamping menumbuhkan rasa
kebantenan kita.
Kita tidak bisa sepenuhnya
membebankan kesadaran ini hanya pada golongan akademisi, budayawan, sejarawan
dan seterusnya. Akan lebih bijak jika pemerintah pro aktif dalam melakukan
tindakan nyata dan tidak hanya sebatas sosialisasi serta kalaupun diperhatikan
melalui program perawatan dan semacamnya harus sampai tuntas. Jika kita hendak
mempertanyakan tentang apa relevansinya menjaga peninggalan-peninggalan
bersejarah baik yang dari jaman kesultanan maupun saat kolonialisme dalam
konteks kekinian? Tentu saja ada, bahkan banyak sekali nilai manfaat yang
didapat. Salah satu manfaat terpenting ialah tumbuhnya rasa memiliki sebagai
orang banten, menghargai perjuangan para leluhur dengan meneladani
perjuangannya dimasa kini.
Yang melegakan ialah upaya
dari kalangan sejarawan dan budayawan banten yang tak kenal lelah terus
berusaha mengampanyekan pentingnya mengetahui sejarah serta merawat peninggalannya.
Beberapa waktu yang lalu pada april 2014 diselenggarakan World Heritage Day (Hari Pusaka Dunia) di Surosowan kota Serang.
Dari sana pemerintah provinsi Banten yang dihadiri oleh Wakil Gubernur Rano
Karno (sekarang gubernur resmi) sepakat untuk melestarikan sisa-sisa peninggalan bersejarah
dibanten. Mudah-mudahan ini tidak sekedar romantisme sejarah.
Kita ingin memandang setiap
usaha, seksecil apapun sebagai ikhtiar untuk kabulnya doa bersama tentang
menghidupkan kembali nilai luhur banten secara keseluruhan melalui sejarahnya.
Kita tidak ingin menyaksikan masyarakat banten buta terhadap sejarahnya,
sehingga mendekatkan pada kebutaan identitasnya. Memberikan senyum ramah kepada
para pengunjung yang datang ke situs-situs bersejarah sudah merupakan satu
langkah maju dari kepedulian kita terhadap sejarah. Peran serta seluruh komponen masyarakat
banten dalam menjaga, melestarikan dan memahami sejarah sebagai sebuah nilai
pada gilirannya membuka cakrawala tentang keaslian diri kita. Seperti yang
secara eksplisit dikemukakan oleh mendiang Guru Besar Arkeologi UI Ayatrohaedi,
bahwa tujuan utama mempelajari sejarah banten ialah untuk menyadarkan
masyarakat banten bahwa mereka mempunyai sejarah yang cukup panjang.
No comments:
Post a Comment